Kamis, 16 Mei 2013

TUGAS MATA KULIAH MIKRO KONSELING

Diposting oleh Unknown di 05.10 4 komentar
TUGAS MATA KULIAH MIKRO KONSELING Masalah konseli : Saat ini Novi sedang bingung untuk memperbaiki hubunganya dengan ibunya karena kesalahpahaman. Kejadian ini membuat Novi merasa bingung. Keterangan : 1. Konselor = Kurnia Nikmatu R (K3111037) 2. Klien = Novi Ardi Yana NY (K3111042) 1. Attending Skill (keterampilan memperhatikan) Konselor : “Selamat siang, mari mari silahkan duduk.” Konseli : “Iya Bu..mkasih ya Bu.” Konselor : “Wah siang siang begini datang kemari, ada apa ya mbak..?” Konseli : “Begini buk, saya lagi ada masalah…” Konselor : “Ow begitu ya., sepertinya saya sudah pernah bertemu ya sama mbak sebelumnya, tapi saya lupa dimana ya.,, boleh kita kenalan dulu mbak,?” Konseli : “Iya buk, saya Novi,masih mahasiswa semester 2…” 2. Leading Skill (keterampilan memimpin) Konselor : “Iya mbak Novi sekarang, bisa anda kemukakan apa yang menjadi masalah anda?” Konseli : “Begini buk…, saya punya masalah dengan ibu saya yang membuat saya merasa tidak nyaman….” Konselor : “Bisa anda ceritakan mbak masalah apa yang sekiranya membuat anda merasa tidak nyaman?” Konseli : “Ibu saya marah sama saya buk…” Konselor : “Lhoh lha kenapa kok ibu anda bisa marah kepada anda mbak, apa yang membuat ibu anda marah kepada anda?.” Konseli : “Awalnya cuma gara gara saya disuruh sama ibu saya, tapi saya tidak berangkat buk…” Konselor : “Memangnya disuruh apa kok anda sampei tidak berangkat?” Konseli : “Cuma sepele sebenarnya buk, disuruh bersihin lantai, tapi khan saya waktu itu bener – bener capek buk, baru pulang kuliah, habis UK Pak Asrowi, Prof Harto, Bu Wiy, baru sampai rumah langsung disuruh bersih bersih lantai.” Konselor : “oow jadi begitu ya.., terus sekarang bagaimana ibu anda terhadap anda ?” Konseli : “Ibu saya malah ndiemin saya buk, sudah satu minggu ini diam terus tidak mau ngomong apa apa sama saya” Konselor : “Terus selama ini bagaimana sikap anda terhadap ibu anda?” Konseli : “Ya saya diamin jugalah buk, orang dia diemin saya juga kok…” Konselor : “Oh…ya ., jadi sama sama diem gitu ya, ?” Konseli : “Iya buk” 3. Reflection Skill Konselor : “Saya melihat dan merasakan bahwa kamu agak cemas dan marah. Apakah begitu?” Konseli : “Betul sekali buk.” Konselor : “Jadi anda benar – benar merasakan cemas dan marah” Konseli : “Ya buk” Konselor : “Tp apakah menurut anda dengan anda diam masalah tersebut bisa terselesaikan.?” Konseli : “Lha mau bagaimana lagi buk..? orang dia ndiemin saya terus kok.., gimana saya mau ngobrol., padahal saya khan juga pengen diperhatiin buk, pengen didorong biar tambah semangat belajar, apalagi ini sudah jadwalnya UK - UK buk gimana nilai saya bisa bagus kalau kaya gini.” 4. Intrepeting Skill Konselor : “Dari beberapa yang kita bicarakan tadi, saya menangkap bahwa anda seolah – olah ingin sekali memperbaiki hubungan anda dengan ibu anda.” Konseli : “Ya, betul buk” Konselor : “Tetapi sampai saat ini anda belum mencoba untuk bertindak atau paling tidak anda sudah menentuukan suatu perencanaan yang jelas” 5. Confronting Skill Konselor : “Sebelumnya., pernahkan anda mencoba untuk berbicara pada ibu anda?” Konseli : “Pernah buk.” Konselor : “Bagaimana respon ibu anda?..” Konseli : “Cuek buk, malah dikacangin terus saya buk..” Konselor : “Lalu untuk kedepanya kira kira apa yang ingin anda lakukan terhadap ibu anda, apakah mau cuek cuekan terus ?” Konseli : “Ya pengenya saya tetap menjaga komunikasi dengan ibu saya buk, saya akan mencoba mengajak ibu saya bicara buk.,” Konselor : “Apakah anda berfikir, jika saling komunikasi dapat membantu mengatasi masalah anda?” Konseli : “Iya…buk dan saya rasa begitu, dengan komunikasi kesalah pahaman antar saya dengan ibu saya akan terminamilisir.” 6. Informing Skill Konselor : “Baiklah, kalau begitu…anda sudah memahami juga pentingnya komunikasi, karena itu akan menjadi hubungan anda lebih baik” Konseli : “Iya buk…” 7. Summarizing Skill Konselor : “Jadi dari pembicaraan kita tadi bahwa anda, merasa tidak nyaman atas diamnya ibu anda terhadap anda.” “Jadi ya mbak Novi, komunikasi itu sangat penting, dengan komunikasi yang baik akan menjadikan hubungan menjadi baik pula. Hambatan pasti ada, tapi jangan diabaikan begitu saja. Dan ibuk yakin anda pasti bias memperbaiki hubungan anda dengan ibu anda” Konselor : “Baik, bagaimana kondisi anda stelah melakukan konseling ini?” Konseli : “Ya…buk, cukup melegakan perasaan hati, tapi mungkin saya masih butuh ibuk untuk suatu saat bisa share lagi…” Konselor : “Iya…dengan senang hati mbak Novi …kapan saja anda datang.. insyaAllah saya akan siap membantu anda” Konseli : “Iya…buk ..terimakasih, kalau begitu saya permisi dulu buk., mari buk…” Konselor : “Iya mbak Novi…”

konseling individual

Diposting oleh Unknown di 04.59 3 komentar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Globalisasi yang ditandai dengan kemajuan cepat serta mendunia di bidang informasi dan teknologi, telah berpengaruh terhadap peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi, dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran, serta cara-cara kehidupan yang berlaku dalam konteks global dan lokal. Kondisi ini “menuntut” individu untuk memiliki kualitas daya saing, daya suai, dan kompetensi yang tinggi. Seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan kuantitas dan kualitas hidup individu, permasalahan yang dihadapi mahasiswa juga semakin kompleks. Permasalahan dimaksud sering kali tidak cukup bahkan tidak mampu diatasi sendiri oleh mahasiswa. Ia juga tidak terselesaikan dengan tuntas hanya dengan diberi pelayanan dalam bentuk informasi dan nasihat. Mahasiswa memerlukan pelayanan yang secara sistematis mampu membantu mengentaskan masalah yang dihadapinya sehingga ia mampu mengembangkan dirinya ke arah peningkatan kualitas kehidupan efektif sehari-hari (effektive daily living). Konseling individual merupakan salah satu jenis layanan yang dapat dilaksanakan oleh dosen wali untuk membantu mahasiswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi-nya. 1.2. Rumusan Masalah a. Bagaimana pengertian konseling individual ? b. Bagaimankah proses pelaksanaan konseling individual ? c. Kapan layanan konseling individual dilaksanakan ? 1.3. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada masyarakat. Selain itu agar masyarakat lebih mengetahui bahwa pelayanan Bimbingan dan Konseling individual dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian Konseling Individual Menurut definisi, konseling individu yaitu merupakan salah satu pemberian bantuan secara perseorangan dan secara langsung. Dalam cara ini pemberian bantuan dilakukan secara face to face relationship (hubungan muka ke muka,atau hubungan empat mata) antara konselor dengan individu yang terjadi ketika seorang konselor bertemu secara pribadi dengan seorang siswa untuk tujuan konseling. Ini adalah interaksi antara konselor dan konseli dimana banyak yang berpikir bahwa ini adalah esensi dari pekerjaan konselor. Banyak anak muda yang enggan membicarakan masalah pribadi atau urusan pribadi mereka dalam diskusi kelas dengan guru. Beberapa dari mereka ragu untuk berbicara di depan kelompok-kelompok kecil. Oleh karena itu, konseling individu dalam sekolah-sekolah, tidak terlepas dari psikoterapi, didasarkan pada asumsi bahwa konseli itu akan lebih suka berbicara sendirian dengan seorang konselor. Selain itu, kerahasiaan, selalu dianggap sebagai dasar konseling. Akibatnya, muncul asumsi bahwa siswa membutuhkan pertemuan pribadi dengan seorang konselor untuk mengungkapkan pikiran mereka dan untuk meyakinkan bahwa pengungkapan mereka akan dilindungi. Tidak ada yang lebih aman daripada konseling individu. Konseling individu sebagai intervensi mendapatkan popularitas dari pemikiran teoritis dan filosofis yang menekankan penghormatan terhadap nilai individu, perbedaan, dan hak-hak. Hubungan konseling bersifat pribadi. Hal ini memungkinkan beberapa jenis komunikasi yang berbeda terjadi antara konselor dan konseli, perlindungan integritas dan kesejahteraan konseli dilindungi. Konseling telah dianggap sangat rumit, dengan setiap kata, infleksi sikap, dan keheningan yang dianggap penting, yang hanya bisa terjadi antara konselor yang terampil dan konseli yang berminat. Bersama-sama mereka mencari makna tersembunyi di balik perilaku. Seperti pemeriksaan pribadi memerlukan sikap permisif dan kebebasan untuk mengeksplorasi ide-ide secara mendalam, di bawah pengawasan ketat dari konselor. Selama bertahun-tahun, telah diasumsikan bahwa pengalaman ini hanya bisa terjadi dalam interaksi antara dua orang. 2.2. Proses Pelaksanaan Konseling Individual Secara menyeluruh dan umum, proses konseling individual dari kegiatan paling awal sampai kegiatan akhir, terentang dalam lima tahap, yaitu : (1) tahap pengantaran (introduction), (2) tahap penjajagan (insvestigation), (3) tahap penafsiran (interpretation) (4) tahap pembinaan (intervention), dan (5) tahap penilaian (inspection). Dalam keseluruhan proses layanan konseling perorangan, konselor harus menyadari posisi dan peran yang sedang dilakukannya. 1. Pengantaran Proses pengantaran mengantarkan klien memasuki kegiatan konseling dengan segenap pengertian, tujuan, dan prinsip dasar yang menyertainya. Proses pengantaran ini ditempuh melalui kegiatan penerimaan yang bersuasana hangat, permisif, tidak menyalahkan, penuh pemahaman, dan penstrukran yang jelas. Apabila proses awal ini efektif, klien akan termotivasi untuk menjalani proses konseling selanjutnya dengan hasil yang lebih menjanjikan. 2. Penjajagan Proses penjajagan dapat diibaratkan sebagai membuka dan memasuki ruang sumpek atau hutan belantara yang berisi hal-hal yang bersangkut paut dengan permasalahan dan perkembangan klien. Sasaran penjajagan adalah hal-hal yang dikemukakan klien dan hal-hal lain perlu dipahami tentang diri klien. Seluruh sasaran penjajagan ini adalah berbagai hal yang selama ini terpendam, tersalahartikan dan/atau terhambat perkembangannya pada diri klien. 3. Penafsiran Apa yang terungkap melalui panjajagan merupakan berbagai hal yang perlu diartikan atau dimaknai keterkaitannya dengan masalah klien. Hasil proses penafsiran ini pada umumnya adalah aspek-aspek realita dan harapan klien dengan bebagai variasi dinamika psikisnya. Dalam rangka penafsiran ini, upaya diagnosis dan prognosis, dapat memberikan manfaat yang berarti. 4. Pembinaan (intervensi) Proses pembinaan ini secara langsung mengacu kepada pengentasan masalah dan pengembangan diri klien. Dalam tahap ini disepakati strategi dan intervensi yang dapat memudahkan terjadinya perubahan. Sasaran dan strategi terutama ditentukan oleh sifat masalah, gaya dan teori yang dianut konselor, serta keinginan klien. Dalam langkah ini konselor dan klien mendiskusikan alternatif pengentasan masalah dengan berbagai konsekuensinya, serta menetapkan rencana tindakannya. 5. Penilaian Upaya pembinaan melalui konseling diharapkan menghasilkan terentaskannya masalah klien. Ada tiga jenis penilaian yang perlu dilakukan dalam konseling perorangan, yaitu penialaian segera, penilaian jangka pendek, dan penialaian jangka panjang. Penialian segera dilaksanakan pada setiap akhir sesi layanan, sedang penialaian pasca layanan selama satu minggu sampai satu bulan, dan penialian jangka panjang dilaksanakan setelah beberapa bulan. Fokus penilaian segera diarahkan kepada diperolehnya informasi dan pemahaman baru (understanding), dicapaianya keringanan beban perasaan (comfort), dan direncanakannya kegiatan pasca konseling dalam rangka perwujudan upaya pengentasan masalah klien (action). Penilaian pasca konseling, baik dalam jangka pendek (beberapa hari) maupun jangka panjang mengacu kepada pemecahan masalah dan perkembangan klien secara menyeluruh. Setiap penilaian, baik penilaian segera, jangka pendek, maupun jangka panjang, perlu diikuti tindaklajutnya demi keberhasilan klien lebih jauh. Tindak lanjut itu dapat berupa pemeliharaan kondisi, konseling lanjutan, penerapan teknik lain, atau berupa alih tangan kasus. 2.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Layanan Konseling Individual Adapun waktu dan tempat Layanan konseling individual hakikatnya dapat dilaksanakan kapan saja dan di mana saja, atas kesepakatan konselor-klien, dengan memperhatikan kenyamanan klien dan terjaminnya asas kerahasiaan. Kondisi tempat layanan perlu mendapat perhatian tersendiri dari konselor. Selain kursi dan meja secukupnya, ruangan konseling dapat dilengkapi dengan tempat penyimpanan bahan-bahan seperti dokumen, laporan, dan buku-buku lain. Peralatan rileksasi dapat ditambahkan. Cahaya dan udara ruangan harus terpelihara. Dalam hal ini kondisi ruangan tempat layanan diselenggarakan menggambarkan kesiapan konselor memberikan pelayanan kepada klien. Kapan layanan konseling perorangan dilaksanakan juga atas kesepakatan kedua pihak. Kepentingan klien diutamankan tanpa mengabaikan kesempatan dan kondisi konselor. Dalam hal konselor yang memiliki hak panggil atas klien perlu mengatur pemanggilan terhadap klien sehingga tidak menganggu kepentingan klien atau sedapat-dapatnya tidak menimbulkan kerugian apapun pada diri klien. Jadwal ataupun janji untuk bertemu konselor ditepati dengan baik, pengingkarannya dapat berdampak negatif terhadap proses layanan konseling perorangan. Apabila jadwal atau janji untuk bertemu itu perlu diubah, maka klien harus diberitahu sebelum waktu yang dijadwalkan/dijanjikan tiba. Untuk sesi-sesi layanan konseling perorangan yang berlanjut (sesi kedua, ketiga, dsb) diperlukan ketetapan mengenai waktu dan tempat yang disepakai dan ditepai oleh kedua belah pihak. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Layanan konseling individu merupakan upaya yang unik. Keunikannya itu bersumber pada diri klien, masalah yang dialami klien dengan berbagai keterkaitannya, serta diri konselor sendiri. Biasanya masalah-masalah yang dipecahkan melalui tehnik atau cara ini masalah-masalah yang sifatnya pribadi. Dalam konseling individual ini teori yang digunakan adalah konseling berpusat pada person yaitu yang memandang klien sebagai partner dan perlu adanya keserasian pengalaman baik pada klien mapun konselor dan keduanya perlu mengemukakan pengalamannya pada saat hubungan konseling berlangsung. Secara ideal konseling yang berpusat pada person tidak terbatas oleh tercapainya pribadi yang kogruensi saja. Tujuan konseling pada dasarnya sama dengan tujuan kehidupan ini yaitu apa yang disebut dengan full functioning person yaitu pribadi yang berfungsi sepenuhnya Meskipun asas kekinian harus selalu menjadi perhatian konselor, dan hal-hal baru serta unik seringkali muncul dalam proses layanan, konselor sejak awalnya perlu mempersiapkan diri dan merencanakan layanan konseling individual. Kesiapan diri konselor secara profesional merupakan dasar profesional merupakan dasar dari suksesnya layanan konseling individual. Daftar Pustaka http://konselorindonesia.blogspot.com/2010/11/konsep-dasar-konseling-perorangan-dyp.html http://id.shvoong.com/social-sciences/counseling/2134821-pengertian-konseling-individual/ http://abudaud2010.blogspot.com/2011/01/definisi-konseling-individu.html Corey, Gerald. 2004. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Monterey, California : Brooks/Cole Publishing Company Lesmana, J.M. 2005. Dasar-dasar Konseling. Jakarta : UI-Press http://belajarpsikologi.com/search/definisi-konseling-individual Prayitno. 2005. Konseling Pancawaskita. Padang : FIP Universitas Negeri Padang Prayitno. 2005. Layanan Konseling Perorangan. Padang : FIP Universitas Negeri Padang

makalah komunikasi dan konseling kelompok

Diposting oleh Unknown di 04.58 5 komentar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan orang lain. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu inilah yang memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat fundemental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat karena tanpa komunikasi masyarakat tidak akan terbentuk. Adanya komunikasi disebabkan oleh adanya kebutuhan akan mempertahankan kelangsungan hidup dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. B. Tujuan 1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi dalam Keperawatan 2. Untuk mempelajari lebih dalam materi ini 3. Mampu menerapkan komunikasi dalam dunia keperawatan BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Komunikasi Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin comunication yang berarti sama dalam hal ini berarti sama makna. Komunikasi juga diartikan sebagai upaya seseorang untuk merubah pikiran, perasaan atau perilaku orang lain (Effendi, 1992). Komunikasi juga merupakan elemen dasar dari hubungan interpersonal untuk membuat, memelihara, dan menampilkan kontak dengan orang lain (Mary Ann, 1998). B. Hakikat Komunikasi Dari definisi diatas menyatakan bahwa komunikasi adalah usaha penyampaian pesan antar manusia. Terdapat tiga unsur utama yang dapat dibahas guna mengidentifikasi apakah suatu peristiwa merupakan bagian dari komunikasi yang kita kaji atau bukan. Tiga unsur tersebut adalah usaha, penyampaian pesan dan antar manusia. 1. Usaha Kata ”usaha” menggambarkan unsur kesengajaan, adanya motif komunikasi yang menyebabkan seseorang dengan sengaja menyampaikan pesannya kepada manusia lain. 2. Penyampaian Pesan Komunikasi adalah perilaku manusia dalam penyampaian pesan. Dengan kata lain, ilmu komunikasi hanya mempelajari tentang penyampaian pesan, bukan perilaku lainnya selain penyampaian pesan. Jika yang disampaikan bukan pesan maka bukan kajian ilmu komuniksi. Pesan itu harus disampaikan dengan sengaja, ada motif yang melatarinya. 3. Antar Manusia Adanya manusia sebagai pengirim pesan dan manusia lain yang bertindak sebagai penerima pesan. Ilmu komunikasi tidak mempelajari komunikasi dengan yang bukan manusia. Obyek forma ilmu komunikasi adalah usaha penyampaian pesan antar manusia, yakni manusia yang sehat akal budinya. Obyek materia ilmu komunikasi adalah perilaku manusia, sama seperti obyek materia ilmu – ilmu sosial lainnya. Karena ilmu komunikasi hanya mengkaji komunikasi antar manusia dan tidak kepada yang bukan manusia C. Elemen Komunikasi Komunikasi telah didefinisikan sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia, sehingga untuk terjadinya proses komunikasi minimal terdiri dari 3 unsur yaitu : pengirim pesan (komunikator), penerima pesan (komunikan) dan pesan itu sendiri. Awal tahun 1960-an, David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana yang dikenal dengan ”SMCR”, yaitu : Source (pengirim), Message (pesan), Channel (saluran-media) dan Receiver (penerima). 1. Komunikator Pengirim pesan (komunikator) adalah manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif komunikasinya. Komunikator dapat dilihat dari jumlahnya terdiri dari: a. Satu orang b. Banyak orang dalam pengertian lebih dari satu orang c. Massa 2. Komunikan Komunikan (penerima pesan) adalah manusia yang berakal budi, kepada siapa pesan komunikator ditujukan. Peran antara komunikator dan komunikan bersifat dinamis, saling bergantian. 3. Pesan Pesan bersifat abstrak. Pesan dapat bersifat konkret maka dapat berupa suara, mimik, gerak-gerik, bahasa lisan, dan bahasa tulisan. Pesan bersifat verbal (verbal communication) : a. Oral (komunikasi yang dijalin secara lisan). b. Written (komunikasi yang dijalin secara tulisan).Pesan bersifat non verbal (non verbal communication) c. Gestural communication (menggunakan sandi-sandi à bidang kerahasiaan) 4. Saluran komunikasi & media komunikasi. Saluran komunikasi merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat dua cara : a. Non mediated communication (face to face) secara langsung b. Dengan media. 5. Efek komunikasi Efek komunikasi diartikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan : a. Kognitif (seseorang menjadi tahu sesuatu) b. Afektif (sikap seseorang terbentuk) dan c. Konatif (tingkah laku, hal yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu).Umpan balik dapat dimaknai sebagai jawaban komunikan atas pesan komunikator yang disampaikan. D. Berbagai Macam Komunikasi Ada 3 (tiga) macam komunikasi antara lain (Kariyoso, 1994) : 1. Komunikasi searah Komunikator mengirim pesannya melalui saluran atau media dan diterima oleh komunikan. Sedangkan komunikan tersebut tidak memberikan umpan balik (feedback). 2. Komunikasi dua arah Komunikator mengirim pesan (berita) diterima oleh komunikan, setelah disimpulkan kemudian komunikan mengirimkan umpan balik kepada sumber berita atau komunikator. 3. Komunikasi berantai Komunikan menerima pesan atau berita dari komunikator kemudian disalurkan kepada komunikan kedua, dari komunikan kedua disampaikan kepada komunikan ketiga dan seterusnya. E. Tingkatan Komunikasi 1. Komunikasi intra personal Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri sendiri, berusaha mengenal diri sendiri dan segala konsep diri yang melingkupinya, menyanyakan kepada diri sendiri tentang segala hal yang ingin dia ketahui terkait dengan keinginan, kebutuhan dan lain-lain. 2. Komunikasi interpersonal Komunikasi Interpersonal adalah berkomunikasi dengan orang lain secara face to face maupun dalam kelompok.Komunikasi searah : pembicara memberikan sebuah informasi dan pendengar menyimak informasi tanpa memberikan pertanyaan, argumentasi maupun sanggahan. Komunikasi dua arah : pembicara dan pendengar saling melakukan aksi reciprokal atau saling berbalasan, saling bertukar peran, pendengar terkadang memberi informasi, pembicara terkadang mendengarkan. 3. Komunikasi massa Komunikasi Massa : menyampaikan informasi kepada beberapa orang di sebuah situasi yang sengaja diciptakan. Syarat komunikasi interpersonal yang baik. a. Good Listener : mendengarkan orang lain untuk memberi kesempatan mereka mengungkapkan ide atau pemikiran b. Intonasi : beri irama dalam setiap ucapan sehingga kata – kata mampu diserap dan dicerna oleh pendengar c. Empati : memperhatikan respon emosi orang lain, jangan terlalu banyak humor jika lawan bicara sedang sedih atau sebaliknya. d. Humor : menyegarkan hubungan dengan sebuah suasana yang fresh dan tidak terkesan formal. e. Positioning : menguasai posisi dimana harus berdiri, kapan harus mendekat, kapan harus menjauh, membuat perubahan posisi di depan, ditengah maupun dibelakang. f. Volume Suara : ucapan yang dikeluarkan mampu didengarkan oleh orang – orang dalam massa tersebut. g. Bahasa Tubuh : jangan terlalu banyak mengekplorasi bahasa tubuh yang tidak perlu. h. Motivasi : gunakan kata – kata atau bahasa yang inspiratif maupun membangkitkan motivasi, bahkan dalam suasana belajar mengajar sekalipun, memotivasi orang lain sekalipun merupakan sebuah hal perlu dipertimbangkan. F. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Komunikasi sering mengalami gangguan sehingga proses komunikasi tidak seperti yang diharapkan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi komunikasi diantaranya : 1. Latar belakang budaya Interpretasi suatu pesan akan terbentuk dari pola pikir seseorang melalui kebiasaannya, sehingga semakin sama latar belakang budaya antara komunikator dengan komunikan maka komunikasi semakin efektif. 2. Ikatan dengan kelompok atau grup Nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat mempengaruhi cara mengamati pesan. 3. Harapan Harapan mempengaruhi penerimaan pesan sehingga dapat menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan. 4. Semakin tinggi pendidikan akan semakin kompleks sudut pandang dalam menyikapi isi pesan yang disampaikan. G. Fungsi Komunikasi 1. Dapat menyampaikan pikiran atau perasaan. 2. Tidak terasing atau terisolasi dari lingkungan 3. Dapat mengajarkan atau memberitahukan sesuatu 4. Dapat mengetahui atau mempelajari peristiwa di lingkungan 5. Dapat mengenal diri sendiri 6. Dapat memperoleh hiburan atau menghibur orang lain 7. Dapat mengurangi atau menghilangkan perasaan tegang 8. Dapat mengisi waktu luang 9. Dapat menambah pengetahuan dan mengubah sikap, serta perilaku kebiasaan 10. Dapat membujuk atau memaksa orang lain agar berpendapat bersikap atau berperilaku sebagaimana yang diharapkan. H. Tujuan komunikasi Tujuan komunikasi adalah untuk membangun/menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui, tetapi mungkin dengan komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku, ataupun perubahan secara sosial. 1. Perubahan sosial Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah, baik positif maupun negatif. 2. Perubahan pendapat Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. 3. Perubahan perilaku Komunikasi bertujuan untuk merubah perilaku maupun tindakan seseorang, dari perilaku yang dekstruktif (tidak mencerminkan perilaku hidup sehat, menuju perilaku hidup sehat). 4. Perubahan sosial Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang lain sehingga menjadi hubungan yang makin baik. Dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal. I. Karakteristik Komunikasi 1. Komunikasi membutuhkan lebih dari dua orang yang akan menentukan tingkat hubungan dengan oranglain 2. Komunikasi verbal dan non verbal terjadi secara simultan 3. Dalam komunikasi seseorang akan berespon terhadap pesan yang diterima 4. Pesan yang diterima tidak selalu diasumsikan sama antara penerima dan pengirim 5. Pertukaran informasi dibutuhkan ilmu pengetahuan 6. Pesan yang dikirim dan diterima dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, keyakinan dan budaya 7. Posisi seseorang di dalam sistem sosiokultural dapat mempengaruhi proses komunikasi 8. Komunikasi dipengaruhi oleh perasaan diri sendiri, subyek yang dikomunikasikan dan oranglain 9. Komunikasi terjadi secara berkesinambungan dan terjadi hubungan timbal balik. J. Bentuk komunikasi 1. Aggressive communication Komunikasi ini dapat mengurangi hak orang lain dan cenderung untuk merendahkan atau mengendalikan orang lain. Komunikasi ini menenggelamkan hak orang lain. \ 2. Passive communication Komunikasi ini merupakan lawan dari komunikasi agresif di mana orang tersebut cenderung untuk mengalah dan tidak dapat mempertahankan kepentimngannya sendiri. Bahakan hak mereka cenderung dilanggar namun dibiarkan. 3. Assertive communication Komuniksi asertif adalah komunikasi yang terbuka, menghargai diri sendiri dan orang lain. Komunikasi asertif tidak menaruh perhatian hanya pada hasil akhir, tetapi juga hubungan perasaan antarmanusia. K. Prinsip komunikasi 1. Komunikasi adalah suatu proses Komunikasi adalah suatu proses yang merupakan kegiatan yang merupakan suatu kegiatan yang terus menerus, yang tidak mempunyai permulaan atau akhir dan selalu berubah-ubah serta berdampak pada terjadinya perubahan. 2. Komunikasi adalah suatu sistem Masing-masing elemen atau unsur dalam komunikasi sangat terkait dan mempengaruhi dalam proses komunikasi yang efektif. Satu elemen atau unsur tidaklah penting dibanding elemen yang lain. 3. Komunikasi merupakan suatu interaksi Interaksi dalam komunikasi adalah saling bertukar pesan atau fikiran. 4. Komunikasi dapat terjadi secara disengaja maupun tidak sengaja komunikasi yang disengaja terjadi apabila pesan yang akan disampaikan disiapkan terlebih dahulu dan dikirimkan kepada penerima yang dimaksudkan. L. Proses komunikasi Komunikasi terjadi bila ada sumber imformasi yang merupakan bahan atau materi yang akan disampaikan oleh komunikator. Sebelum imformasi disampaikan komunikator perlu melakukan penyandian (encoding) untuk mengubah ide dalam otak ke dalam suatu sandi yang cocok dengan transmitter. Setelah pesan di sandikan kemudian komunikator menyampaikan pesan kepada penerima pesan (komunikan) melalui saluran atau media. Ketepatan komunikan dalam menerima pesan sangat di pengaruhi oleh kemampuan komunikan dalam melakukan penafsiran atau decoding di samping juga di pengaruhi oleh faktor pengganggu (noice). Komunikasi berlangsung efektif bila terjadi feedback yang baik antara penerima pesan dengan pembawa pesan sebelum terjadinya perubahan atau efek sebagai dampak dari komunikasi. M. Pengertian Komunikasi Kelompok Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok. Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005, h. 149) menyatakan komunikasi kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut: 1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan 3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin 4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama 5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain. N. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok. 1. Kelompok primer dan sekunder. Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut: a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. b. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas. c. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal. d. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya. e. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental. f. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal. 2. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi. 3. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak. Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer. O. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi 1. Konformitas. Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga. 2. Fasilitasi sosial Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu. 3. Polarisasi Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras. P. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu: 1. Faktor situasional karakteristik kelompok a. Ukuran kelompok. Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok. b. Jaringan komunikasi. Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir. c. Kohesi kelompok. Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian. d. Kepemimpinan Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal. 2.Faktor personal karakteristik kelompok: a. Kebutuhan interpersonal William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut: 1. Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion). 2. Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control). 3. Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain. b. Tindak komunikasi Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha menyampaiakan atau menerima informasi (secara verbal maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction Process Analysis (IPA). c. Peranan Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut: 1. Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok. 2. Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok. 3. Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas kelompok. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Komunikasi merupakan penyampaian informasi dalam sebuah interaksi tatap muka yang berisi ide, perasaan, perhatian, makna, serta, pikiran, yang diberikan pada penerima pesan dengan harapan si penerima pesan menggunakan informasi tersebut untuk mengubah sikap dan perilaku. Jadi suatu komunikasi dapat dikatakan teraupetik apabila adanya umpan balik atau feedback dari penerima pesan atau lawan bicara. B. Saran Dari hasil pembuatan makalah ini, penulis menyarankan kepada pembaca agar memahami lebih dalam ruang lingkup komunikasi dan dapat mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dengan benar.

MAKALAH KESEHATAN MENTAL

Diposting oleh Unknown di 04.57 3 komentar
MAKALAH KESEHATAN MENTAL BAB I KESEHATAN MENTAL A. ARTI KESEHATAN MENTAL, ILMU KESEHATAN DAN KESEHATAN MENTAL. Jasmani di katakan sehat apabila energi yang ada mencukupi daya tahan yang ada mencukupi memiliki kekuatan untuk menjalankan aktivitas,dan kondisi badan terasa nyaman dan sehat. Dr.Kartini Kartono mengatakan bahwa orang yang memiliki mental sehat memilki sifat-sifat khas,antara lain mempunyai kemampuan untuk bertindak secara episien memiliki tujuan-tujuan hidup yang jelas memiliki konsep diri yang sehat memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usaha nya,memiliki regulasi diri dan memiliki batin yang selalu tenang. Jadi,orang yang sehat mentalnya dapat melakukan adaptasi (penyesuaian diri) dengan lingkungannya,dengan mudah dapat menempatkan diri pada perubahan sosial,selalu aktif berpartisipasi dan dapat merasakan kepuasan atas terpenuhi kebutuhannya. Apabila di tinjau dari, kata “mental” berasal dari kata latin,yaitu,”mens”atau”mentis”artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Di dalam bahasa yunani, kesehatan terkandung dalam kata hygiene, yang berarti ilmu kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygiene mental (ilmu jiwa). Di dalam buku Hygiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam karya Dr.Kartini Kartono dan Dr. Jenni Andary, Ilmu Kesehatn Mental adalah ilimu yang mempelajari masalah kesehatan mental/jiwa, yang bertujuan mencengah timbulnya gangguan emosi, dan berusaha menguragi atau menyembuhkan penyakit mental,serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.[1] Ada yang berpendapat bahwa kesehatan mental adalah Terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan (batasan ini banyak mendapat sambutan di kalangan psikiater). Ada juga yang mengartikannya adalah kemampuan menyesuaikan diri dalam menghadapi masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa.[2] B. BEBERAPA DEFENISI KESEHATAN MENTAL Berikut ini merupakan beberapa defenisi dari kesehatan mental: 1. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejola jiwa (neurose) dan gejola penyakit jiwa (psychose). 2. Kesehatan Mental adalah adanya kemmpuan yang memiliki oleh seseorang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri orang lain, masyarakat atau lingkungannya. 3. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan seseorang untuk mengembangkan potensi bakatdadan pembawaan yang ada semaksimal mungkin sehingga menyebabkan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain serta terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa. 4. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta terciptanya kemempuan untukl menghadapi permasalahan sehari-hari sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan hatinya. C. MASALAH KESEHATAN MENTAL Kesehatan mental / jiwa selalu mempersoalkan mental/jiwa yang dimiliki seseorang apakah bermasalah ataukan memilki kehidupan rohani yang sehat. Dan juga menegakkan pada keutuhan peribadi psiko-fisik manusia yang menyeluruh. Kesehatan mental sebagai ilmu membicarakan bangaimana cara seseorang memecahkan masalah batinya sehingga ia mampu memahami berbanagi kesulitan hidup dan melakukan berbagai upaya agar jiwanya menjadi bersih. Dengan memahami ilmu kesehatan mental adalah arti mengerti, mau dan mampu mengaktualisasikan dirinya, maka seseorang tidak akan megalami bermacam-macam ketegangan kekuatan dan komplik barin. Selain itu, ia melakukan upaya agar jiwanya menjadi seimbang dan kepribadiannya pun terinteraksi dengan baik. Ia juga akan mampu memecahkan segala kesulitan jiwa. Permasalahan lain yang erat hubungannya dengan ilmu kesehatan mental, anatara lain adanya usaha untuk menghindari unsur tekanan batin, komplik pribadi dan menciptakan integrasi batin yang baik untuk melawan ketegangan dan komplik jiwa. Orang yang sehat mentalnya mempunyai pribadi normal. Mereka akan bertindak dan berprilaku baik agar dapat di terima oleh masyarakat. Selain itu dalam karakter dirinya terdapat kesesuaian dengan norma dan pola hidup masyarakat.[3] BAB II KESEHATAN MENTAL DAN KETENAGAN HIDUP A. MENTAL SEHAT DAN TIDAK SEHAT Pada umumnya setiap orang senantiasa memilki mental yang sehat namun karena suatu sebab ada sebagian orang yang memiliki mental tidak sehat. Orang yang tidak sehat mentalnya memiliki tekanan-tekanan batin. Dengan suasana batin seperti ini kepribadian seseorang menjadi kacau dan mengganggu ketenangannya. Gejala ini yang menjadi pusat pengganggu ketenangan hidup. Ketenanagan hidup dapat tercapai bila seseorang dapat memecahkan keruwetan jiwa pada dirinya yang menimbulkan kesulitan hidap. Hal ini dapat dilakukan bila ia berusaha untuk membersihkan jiwa agar tidak terganggu ketenagannya dan tidak terjadi konflik-konflik maupun rasa takut. Orang yang mentalnya kacau tidak dapat memperoleh ketenangan hidup. Jiwa merasa sering terganggu sehingga menimbulkan stress dan komplik jiwa. Hal ini menyebabkan timbulnya emosi negative sehingga ia tidak mampu mencapai kedewasaan psiskis, mudah putus asa dan bahkan bunuh diri. Kekacauan mental ini di sebabkan kurangnya kesadaran memiliki konflik-konflik emosional, tidak berani menghadapi tantangan kesulitan hidup akibat hidup di tengah-tengah masyarakat yang menimbulkan terjadinya disorganisasikan maupun dinegrasi sosial. Untuk megetahui apakah seseorang sehat atau terganggu mentalnya, tidak mudah, karena tidak dapat di ukur, di periksa atau dilihat dengan alat-alat seperti halnya dalam kesehatan badan biasanya yang menjadi kesehatan mental adalah tindakan, tingkah laku, atau perasaan karena seseorang yang terganggu kesehatan mentalnya akan mengalami kegoncagan emosi kelainan tingkah laku dan tindakannya. B. PENGARUH KESEHATAN MENTAL TERHADAP PERASAAN Berikui ini akan di uraikan tiap-tiap persoalan (perasaan) dengan contoh-contohnya : Rasa cemas Adanya perasaan tidak menentu, panik, takut tanpa sebab yang menyebabkan timbulnya perasaan gelisah pada diri seseorang. Misalnya, perasaan seorang ibu yang gelisah karena anaknya terlambat pulang, berbagai pikiran berkecamuk dalam dirinya, ia merasa khawatir bila anaknya mendapat kecelakaan, diculik orang, dan sebagainya, karena itu, sebaliknya berusaha mengatasi kegelisahan itu dengan mencari cara pemecahannya. Iri hati Perasaan iri hati sering terjadi dalam diri seseorang, namun sebenarnya perasaan ini bukan karena adanya kedengkian dalam dirinya melainkan karena ia sendiri hatitidak merasakan bahagia dalam hidupnya. Sebagai contoh adalah seorang ibu yang masih muda, cantik dan kaya, merasa iri kepada suaminya karena anak-anaknya lebih dekat kepadanya. Ia juga merasa bahwa suaminya tidak mengindahkan perasaannya. Hal ini menyebabkan terjadinya pertengkaran dan perselisihan anatara mereka karean kecurigaan isteri kepada suaminya. Rasa sedih Rasa sedih ini terkadang berpangkal dari hal-hal yang sepele yang terjadi karena kesehatan mental yang terganggu, bukan karena penyebab kesedihannya secara langsung. 4. Rasa rendah diri dan hilangnya kepercayaan kepada diri Rasa rendah diri menyebabkan seseorang menjadi mudah tersinggung sehingga menyebabkan orang yang bersangkutan tidak mau bergaul karena merasa dikucilkan. Ia tidak mau mengemukakan pendapat dan tidak memiliki inisiatif. Lama kelamaan kepercayaan dirinya akan hilang bahkan ia mulai tidak mempercayai orang lain. Ia menjadi mudah marah atau sedih hati, menjadi apatis dan pesimis. 5. Pemarah Seseorang yang sering marah-marah tanpa sebab biasanya mengalami gangguan kesehatan mental. Pada dasarnya, marah merupakan ungkapan kekecewaan, atau ketidakpuasan hati. C. PENGARUH KESEHATAN MENTAL TERHADAP KESEHATAN Kecerdasan seseorang merupakan warisan dari orang tuanya. Hal ini telah terbukti dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli. Namun demikian, kecerdasan ini tidak akan berkembang bila tidak di dukung oleh lingkungan adanya kesempatan yang dapat merangsang kecerdasan tersebut. Ada berbagai pengaruh kesehatan mental atas pikiran, di antaranya pereasaan sering lupa atau kurangnya konsentreasi dalam berpikir dan sebagainya. Bila hal ini di biarkan terus menerus maka ia akan menyebabkan gangguan kesehatan mental yang sangat serius. Anak yang pemurung, bodoh merupakan akibatnya terganggunya ketenagan si anak. Ia menjadi mampu mengerahkan daya pikirnya sehingga ia kehilangan konsentrasi dalam menerima pelajaran. Inilah yang menyebabkan ia menjadi bodoh, jadi bukan karena ia benar-benar bodoh. Penyebaba lain terganggunya ketenagan anak adalah perlakuan orang tua yang terlalu megekang kebebasan anak, terlalu banyak campur tangan dalam urusan anak, suka membandingkan sia anak dengan anggota lain. Yang lain lebih pandai dari pada si anak, dan sebangainya. Tergangguanya ketenagan anak di sebabkan perilaku ibu / bapak sering bertengkar , mengekang anak , sering di pukul oleh ibi/bapaknya, karena ia malas belajar auatu karena kenakalannya. Suasana menyebabkan si anak merasa bigung dan mencoba mencari perhatian orang dengan sesuatu yang di larang. D. PENGARUH KESEHATAN MENTAL TERHADAP TINGKAH LAKU Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh suasana hatinya. Bila seseorang merasa gelisah atau merasa tertekan hatinya, dia akan berusaha menghilangkannya dengan segala cara. Biasanya ia akan berusaha mengeluarkan segala uneg-negnya dihatinya, namun cara ini tidak selalu berhasil mengurangi beban dihatinya. Hal ini karena tidak semua orang dapat mengungkapkan kegelisahannya kepada orang lain. Contoh kasus dalam hal ini adalah seorang anak yang di marahi oaring tuanya. Dalam hatinya ia ingin membrontak perlakuan kedua orang tuanya, tetapi ia tidak berani, sehingga terjadilah pertentangan batin, antara ingin melawan (membela diri) dan takut akan hukuman dan kekerasan oaring tua. Hal ini mendorong hatinya untuk melakukan sesuatu yang tidak disenangi oleh orang tua, atau melampiaskan kesalahannya kepada teman sepermainannya atau kepada adiknya. Dalam beberapa kasus, sering kita temukan orang yang suka mengganggu ketenangan dan hak orang lain, misalnya ingi mencuri, menyakiti atau memfitnah oaranga lain. Semua perlakuan itu merupakan pelmpiasan dari ketidakpuasannya, yang timbul karena kesehatan mental yang terganggu. BAB III PERANAN PENDIDIKAN AGAMA TERHADAP KESEHATAN MENTAL A. PENDIDIKAN AGAMA Sekolah sebagai tempat membina dan mempersiapkan anak didik menjadi warga Negara yang baik, harus dapat memberikan pendidikan ynag menjadikan anak didik memiliki pandangan hidup menurut asas-asas Pancasila. Dengan kata lain, pendidikan disekolah harus ditujukan untuk menimbulkan kesadaran pada anak didik, yaitu: Kepercayaan dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membiasakan bertingkah laku, bersikap dan berpandangn hidup ynag sesuai dengan ajaran-ajaran Tuhan. Sikap dan tindakanya harus menunjukkan sopan santun dan perikemanusiaan dalam pergaulan dengan orang lain. Memiliki cinta kepada bangsa dan tanah air. Menghargai pendapat dan pikiran orang lain, tidak merasa bahwa hanya dia ynag pandai atau menumbuhkan jiwa demokrasi padanya. Memiliki rasa keadilan, kebenaran, kejujuran dan suka menolong orang. Itulah arah dan tujuan. pendidikan Indonesia berdasarkan Pncasila yang dapat dicapai melalui pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan agama. a. Pentingnya Pendidikan Agama Pembinaan mental di mulai dari rumah tangga karena si anak mulai didikan dari ibu-bapaknya kemudian dari anggota keluarga lain yang semuanya ikut memberikan dasar-dasar pembentukan kepribadianya. Pembinaan dan pembentukan pribadi anak tersebut disempurnakan dalam masa sekolah. b. Pendidikannya Agama di Sekolah Pendidikan agama di sekolah sangat berperan dalam pembinaan dan penyempurnaan pertumbuhan anak didik. Hal ini karena Pendidikan agama di sekolah dapat melatih anak didik untuk melakukan ibadah dan praktek-praktek yaitu agama lain yang menghubungkan manusia dengan Tuhan. Semakin banyak ia menunaikan ibadah, semakin tertanam kepercayaab kepada Tuhan dan semakin dekat pula jiwanya kepada Tuhan. c. Metode Pendidikan Agama Guru pendidikan agama harus mengetahui perkembangan psikologis ank didik dan menguasai masalah-masalah didaktik, metodik, dan psikologi. Ia harus memberikan contoh teladan dan cermin bagi muri-muridnya.[4] a. Taman Kanak-kanak b. Sekolah Dasar c. Sekolah Menengah d. Universitas B. PERANAN PENDIDIKAN AGAMA TERHADAP KESEHATAN MENTAL Ada beberapa peranan pendidikan agama dalam kesehatan mental, antara lain: Dengan Agama, dapat Memberikan Bimbingan dalam Hidup Ajaran agama yang di tanamkan sejak kecil kepada anak-anak dapat membentuk kepribadian yang islami. Anak akan mampu mengendalikan keiginan-keigina dan terbentuk sesuatu kepribadian yang harminis maka ia mampu menghadapi dorongan yang bersifat fisik dan rohani/sosial, sehingga ia dapat bersikap wajar tenang dan tidak melanggar hokum dan peraturan masyarakat. Ajaran Agama sebagai Penolong dalam Kesukaran Hidup Setiep orang pasti pernah merasakan kekecewaan, sehingga bila ia tidak berpengang teguh pada ajaran agam dia akan memiliki perasaan rendah diri, apatis, pesimis, dan merasakan kegelisahan. Bagi oarng yang berpengang teguh pada agama bila mengalami kekecewaan ia tidak akan merasa putus asa tetapi ia menghadapinya dengan tenang dan tabah. Ia segera mengigat Tuhan sehingga ia dapat menemukan factor-faktor yang menyebabkan kekecewaan. Dengan demikian, ia terhindar dari gangguan jiwa. Aturan Agama dapat Menentramkan Batin Agama dapat memberi jalan penenang hati bagi jiwa yang sedang gelisah. Banyak orang yang tidak menjalankan perintah agama, selalu merasa gelisah dalam hidupnya tetapi setelah menjalankan agama ia mendapat ketenangan hati. Seseorang yang telah mendapat kesuksesan terkadang melupakan agama. Ia terhanyut dalam harta yang berlimpah. Bahkan ia berusaha terus mencari harta. yang dapat membuat dirinya bahagia. Namun, jauh dalam lubuk hatinya, ia merasa hampa. Hatinya gersang dan tidak pernah tentram. Kemudian ia merenungkan diri merasa bahkan hartanya tidak dapat memberinya ketengan batin. Ajaran Agama sebagai pengendali Moral Moral adalah kelakuan yang sangat sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan (tindakan tersebut). Agama dapat Menjadi Therapi Jiwa Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan jiwa. Sikap, perasaan, dan kelakuan yang menyebabkan kegelisahan akan dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon sehingga tercapailah kerukunan hidup dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Peranan Agama bagi Pembinaan mental Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama moral dan sosial (lingkungan) yang di perolehnya. Jika di masa kecil mereka memproleh pemahaman mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mereka akan mempunyai unsur-unsur yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai-nilai sosial dan moral sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan masyarakat. Imam akan sifat-sifat Tuhan Maha Kuasa dan Maha Pelindung sangat diperlukan oleh setiap manusia. Karena setiap orang memerlukan rasa aman dan tidak terancam oleh bahaya, musuh, mala petaka dan berbagai gangguan terhadap keselamatan dirinya. DAFTAR PUSTAKA Yusak Burhanuddin. Kesehatan Mental, Bandung: Pustaka Setia, 1998. Zakiah Daradjat. Islam & Kesehatan Mental, Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001. [1] Yusak Burhanuddin. Kesehatan Mental,( Bandung: Pustaka Setia, 1998),hlm.9-10. [2] Zakiah Daradjat. Islam & Kesehatan Mental,(Jakarta: Toko Gunung Agung,2001),hlm.1. [3] Yusak Burhanuddin. Op.cit.,hlm.13. [4] Ibid., hlm. 98-99.

PENDEKATAN BEHAVIORISTIK

Diposting oleh Unknown di 04.55 3 komentar
PENDEKATAN BEHAVIORISTIK PENDEKATAN BEHAVIORISTIK I. PENDAHULUAN Perilaku dapat dibedakan menjadi nyata (overt) dan tersembunyi (covert). Perilaku nyata pada dasarnya merupakan jelmaan dari perilaku tersembunyi. Pembagian ini penting artinya karena ada yang penelitiannya hanya dan terhenti pada perilaku nyata yaitu behaviorisme dengan stimulus responnya, seperti menyetel tv dengan dengan menekan knop (stimulus) dan gambar muncul di layar (respons) tanpa ingin tahu apa yang terjadi antara keduanya atau bagaimana terjadi. Seringkali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya sendiri berlebih atau ia kekurangan tingkah laku yang pantas. Konselor yang mengambil tingkah laku behavioral membantu klien untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebih. Dengan perkataan lain membantu klien agar tingkah lakunya menjadi adaptif dan menghilangkan yang maladaptif. Pendekatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan disfungsi seksual. Pendekatan ini juga berguna untuk membantu gangguan yang diasosiasikan dengan kecemasan (anxiety), stress, asertivitas, berfungsi sebagai orang tua atau interaksi sosial. II. PEMBAHASAN 1. Pengertian Behaviorisme Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati. Dalam pembahasannya, Burrhus Frederic Skinner (1904-1990), menyebutkan bahwa para behvioist radikal menekankan manusia sebagai dikendalikan oleh kondisi-kondisi lingkungan. Pendirian deterministik mereka yang kuat berkaitan erat dengan komitmen terhadap pencarian pola-pola tingkah laku yang dapat diamati. Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Terapi behavioral berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai dengan: (a) pemusatan perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan penguraian-penguraian tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang spesifik dan sesuai dengan masalah, (d) penaksiran objektif atas hasil terapi. 2. Karakteristik Perilaku Bermasalah Perilaku bermasalah dalam pandangan behaviorist dapat dimaknakan sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku yang salah penyesuaian terbentuk melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Behaviorist memandang perilaku yang bermasalah adalah sebagai berikut: a. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. b. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah. c. Manusia yang bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat. d. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar da juga tingkah laku tersebut juga dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar 3. Tujuan Pendekatan Behavioristik Tujuan umum terapi behaviorist ini menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik “learned”, maka ia bisa “unlearned” (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari. 4. Prosedur Konseling Behavioristik Tokoh aliran psikologi behavior John D. Krumboltz dan Carl Thoresen menempatkan dalam empat kategori, diantaranya: a. Belajar operan (operant learning), adalah belajar didasarkan atas perlunya pemberian ganjaran (reinforcement) untuk menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. b. Belajar mencontoh (imitative learning), yaitu cara dalam memberikan respons baru melalui menunjukkan atau mengerjakan model-model perilaku yang diinginkan sehingga dapat dilakukan oleh klien. c. Belajar kognitif (cognitive learning), yaitu belajar memelihara respons yang diharapkan dan boleh mengadaptasi perilaku yang lebih baik melalui instruksi sederhana. d. Belajar emosi (emotional learning), yaitu cara yang digunakan untuk mengganti respons-respons emosional klien yang tidak dapat diterima menjadi respons emosional yang dapat diterima sesuai dengan konteks (clasical conditioning). 5. Deskripsi Langkah-Langkah Konseling a. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkap kesuksesan atau kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian dan area masalahnya). Konselor mendodrong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu.assesment diperlukan untuk mengidentifiasi metode atau tehnik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah. b. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. c. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan tehnik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling. d. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan koonseling. e. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meningkatkan proses konseling. 6. Teknik-Teknik Spesifik Konseling Behavioral Teknik-teknik utamanya yang pertama adalah desentisisasi sistematik. Desentisisasi sistematik ini digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskannya itu. Yang kedua adalah terapi implosif. Terapi implosif ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan. Terapi ini berasumsi bahwa tingkah laku neurotik melibatkan penghindaran terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan. Yang ketiga adalah latihan asertif. Terapi latihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang (a) tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, (b) menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, (c) memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”, (d) mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya, dan (e) merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikirannya sendiri. Yang keempat terapi aversi. Terapi ini menggunakan prosedur-prosedur aversif untuk mengendalikan anggotanya dan untuk membentuk tingkah laku individu agar sesui dengan yang telah digariskan. Dan yang kelima adalah pengondisian operan. Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. III. Kesimpulan Salah sumbangan penting dari terapi behavioristik adalah cara yang sistematik, metode-metode dan tehnik-tehnik terapeutiknya telah menjadi subjek bagi pengujian eksperimental. Para terapis ini melandaskan pendekatan mereka pada 3 variabel: pengenalan yang cermat atas tingkah laku yang maladaptif, prosedur-prosedur treatment, dan pengubahan tingkah laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. IV. Penutup Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya. Dan akhirnya pemakalah mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan, baik dalam sistematika penulisan, isi dalam pembahasan maupun dalam hal penyampaian materi. Semuga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemkalah sendiri khususnya dan bagi pembaca yang budiman pada umunya dalam kehidupan ini. Amin. DAFTAR PUSTAKA  Brennan, James F., Sejarah dan Sistem Psikologi, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2006  Burhanuddin, PARADIGMA PSIKOLOGI ISLAMI, Studi Tentang Elemen Psikologi Dari Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004  Corey, Gerald, Teori Dan Praktek KONSELING DAN PSIKOTERAPI, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007  Latipun, Psikologi Konseling, Malang: Umm Press, 2006  Pihasniwati, PSIKOLOGI KONSELING Upaya Pendekatan Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta: Sukses Offset, 2008

MAKALAH PENDEKATAN HUMANISTIK

Diposting oleh Unknown di 04.54 3 komentar
Pendekatan Humanistik HUMANISTIK ( PSIKOLOGI KEMANUSIAN ) TEHNIK LABORATORIUM KONSELING 1 Penyusun : ISTIA PANCA OKTAVIA 1105095147 JUMIATI AMELIA 1105095070 LUTFI WAHYUNI 1105095068 M. KHERI HARTONO 1105095122 NUR BAYYAH Y 1105095100 RAHMANIA 1105095109 TRIA HARMIATI 1105095093 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MULAWARMAN BIMBINGAN KONSELING SAMARINDA 2012 / 2013 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Tehnik Laboratorium Konseling 1. Pada kesempatan kali ini kami, mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya atas segala bantuan, saran , bimbingann Dosen yaitu bapak Rahman, S.pd.Mpddan teman- teman yang sudah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi siapa saja yang membaca nya dan menjadikan suatu inspirasi untuk lebih memperdalam wawasan dan pengetahuan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Samarinda, 2012 Penulis DAFTAR ISI Halaman Judul Kata Pengantar …………………………………………............................ Daftar Isi …………………………………………………………… BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang ……………………………………………. B. Rumusan Masalah ……………………………………………. C. Tujuan penulisan …………………………………................. D. Manfaat Penulisan …………………………………………… E. Kelemahan dan Kelebihan Teori pendekatan Humanistik …………… BAB II Dasar Teori A. Konsep Dasar ………………………………………….. B. Tokoh-tokoh …………………………………………. C. Hakekat Dasar …………………………………………. D. Tujuan ………………………………………… BAB III Pembahasan A. Analisis ……………………………………….. B. Sintesis ………………………………………. C. Diagnosis ………………………………………. D. Proknosis ………………………………………. E. Treatment ……………………………………… F. Follow up ……………………………………… BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………… B. Saran ……………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psokologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalisis ( Misiak dan Sexton, 2005 ). Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu … psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luasakan kaedah-kaeah yang lebih efektif dalam dalam pelaksanaan psikoterap Psikologi Humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme seta dipandang sebagai ” kekuatan ketiga ” dalam aliran psikologi.Psikoanalisis ” Sigmun Freud ” : berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Psikoanalisis berkeyakinan bahwa prilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dalam diri .Behaviorisme ” Ivan Pavlov ” : meyakini bahwa semua prilaku dikendalikan oleh faktor eksternal dari lingkungan . Humanistik ” Abraham Maslow ” : memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi yang dimiliki manusia, hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang . Dalam makalah ini kami cantumkan ilustrasi kasus yang berhubungan dengan pendekatan humanistik adalah permasalah kepercayaan diri. Tria adalah seorang mahasiswa semster III di universitas mulawarman. Tria ini bisa disebut anak yang cukup berprestasi semasa dia bersekolah. Di rumah, tria merupakan anak yang mudah bergaul terhadap orang-orang disekitarnya. Ketika tria berada di sekolah dan dia berkumpul dengan teman-temannya selalu dia menjadi bahan guyonan teman-temannya karena dia memiliki fisik yang berbeda seperti teman-temannya. Dia merasa tersinggung dan kepercayaan dirinya berkurang dia merasa kenapa fisik dia berbeda dengan teman sebayanya. Dan kadang kala ada juga teman satu sekolahnya tidak mau bermain dengannya karena mereka merasa malu mempunyai teman seperti tria. Setelah kejadian itu tria menjadi anak yang murung dan dalam kehidupan sosialnya tria jadi lebih memilih teman yang menghargai dirinya lebih baik. Dalam kurangnya kepercayaan diri triya, dia mencoba memutuskan untuk menemui seorang pembimbing ( konselor ). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara pengentasan kurangnya kepercayaan diri melalui teori pendekatan humanistik ? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui bagaimana cara pengentasan masalah kurangnya kepercayaan diri melalui teori pendekatan humanistik. D. Manfaat penulisan Manfaat dari dibuatnya makalah ini mencakup untuk segala individu, manfaatnya adalah sebagai berikut : 1. Konseli : agar konseli dapat berfikir positif jika ada hal negatif yang membuat kepercayaan dirinya luntur, agar konseli bisa mempunyai kepercayaan diri yang mampu membuat dia bersaing dilingkungannya. 2. Orang tua : agar orang tua bisa mengetahui bagaimana kelemahan anaknya sehingga orang tua dapat memberi motivasi agar anak merasa percaya diri dilingkungan sekitar dan keluarga. Dan orang tua juga dapat membantu anak merubah kelemahan anak menjadi sebuah kekuatan anak tersebut untuk menghadap masa depannya. 3. Guru atau Wali kelas: agar seorang guru dapat mngetahui perkembangan kondisi siswa yang mungkin sama dengan kasus yang kami ambil untuk menjadikan inspirasi lebih baik. 4. Lingkungan : manfaat dari makalah ini bagi lingkungan adalah agar jika di sekitar kita ada orang yang mempunyai kekurangan dari materi atau non materi kita tidak perlu mengucilkan kekurangan orang btersebut. Karena jika itu kita perbuat maka kepercayaan diri orang tersebut akan jatuh dan dia akan tidak mau terbuka kepada lingkungan sekitar. 5. Pembaca pada umumnya: yang dapat diambil hikmah atau pelajaran dari kasus ini agar keluarga maupun orang terdekat mereka tidak mengalami nasib yang sama. BAB II DASAR TEORI A. KONSEP DASAR Sebenarnya Eksistensial “Humanistik” dengan tokoh Victor Frankl dan Rollo May ini bukan terapi, tetapi filsafat sebagai pendekatan yang berkembang dari reaksi terhadap dua model besar dalam terapi, yaitu Psikoanalisis dan Behaviorisme. Dalam pandangan Victor Frankl sebagai tokoh Logo Therapy (Logo Therapy adalah terapi yang menekankan pada kebermaknaan hidup dengan amalan) yang juga bicara eksistensial “humanistic”, terapis memasuki dunia subyektif klien tanpa praduga apapun. Sedang Sigmund Freud memasuki dunia klien dengan memaksakan pendapatnya dalam bentuk interpretasi. Teori ini di kembangkan oleh maslow(1908-1970), konsep utama yang dianut adalah usaha untuk mengerti manusia sebagaimana adanya, mengetahui mereka dari realitasnya, melihat dunia sebagaimana mereka melihatnya, memahami mereka bergerak dan mempunyai keberadaan yang unik konkrit dan berbeda dari teori yang abstrak. Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu, psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Kedua, ia menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia. Ketiga, ia menawarkan metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan psikoterapi. Humanistik tidak jelas kaitannya dengan ekologi psikologi. Pada satu sisi, Humanistik tempat yang paling berkuasa atas nilai potensial untuk pengembangan individu. Ini nilai-nilai pengalaman manusia dan kemampuan manusia untuk melampaui pikiran dengan lingkungan sekitarnya, dengan cara yang kreatif. Jadi dalam hal Humanistik untuk manusia dan pengalaman. Humanistik adalah ilmu manusia untuk menangkap pengalaman dalam semua keindahan yang subjektif. Ini yang menyebabkan sebuah penekanan atas berbagai metode fenomenologi yang bertujuan untuk mendapatkan semaksimal mungkin jati diri manusia. Kebutuhan manusia di susun sebagai lima tahap.Maslow berpendapat bahwa hirarki kebutuhan manusia tersebut sifatnya menyeluruh, makin tinggi hirarki yang di dapat maka dia makin memperlihatkan individualitas kemanusiaan dan kesehatan psikologinya. Kelima tahap itu adalah : 1. Kebutuhan dasar 2. Kebutuhan keamanan 3. Kebutuhan kasih sayang 4. Kebutuhan akan di hargai 5. Kebutuhan kegiatan Banyak sekali tokoh-tokoh yang beraliran humanisme. Beberapa tokoh dalam pendekatan humanistik, antara lain : 1. Arthur Combs (1912-1999) Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan. 2. . Maslow Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal : a) suatu usaha yang positif untuk berkembang b) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi. 3. Carl Ransom Rogers Carl Ransom Rogers (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya. Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak. Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu: a) Kognitif (kebermaknaan) b) experiential ( pengalaman atau signifikansi) Kecewa karena tidak bisa menyatukan psikiatri dengan psikolog, Rogers pindah ke California tahun 1964 dan bergabung dengan Western Behavioral Science Institute. Ia lalu mengembangkan teorinya ke bidang pendidikan. Selain itu ia banyak memberikan workshopdi Hongaria, Brazil, Afrika Selatan, dan bahkan ke eks Uni Soviet. Rogers wafat pada tanggal 4 Februari 1987. Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik. Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik. Bagaimana proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil. Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya. B. Hakekat Dasar Humanistik Psikologi Humanistik memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupan dirinya. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan (hampir) segalanya. Manusia adalah makhluk dengan julukan “the self determining being” yang mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling diinginkannya dan cara-cara mencapai tujuan itu yang dianggapnya paling tepat. Logoterapi, sebuah corak pandangan psikologi yang sering dikelompokkan ke dalam Psikologi Humanistik, menemukan adanya dimensi lain pada manusia disamping dimensi raga (somatis) dan dimensi kejiwaan (psikis), yaitu dimensi noetic (atau sering juga disebut dimensi keruhanian (spiritual). Menurut Viktor Frankl, sang penemu Logoterapi, pengertian ruhani di sini sama sekali tidak mengandung konotasi agamis, tetapi dimensi ini dianggap sebagai inti kemanusiaan, merupakan sumber makna hidup & potensi dari berbagai kemampuan & sifat luhur manusia yang luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi sebelumnya. Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai kesatuan raga, jiwa, & ruhani yang tidak terpisahkan. Selain itu Logoterapi menganggap hasrat untuk hidup bermakna adalah motivasi utama manusia. Bila seseorang berhasil memenuhinya, maka akan menjadikan hidupnya bermakna dan bahagia. Begitupun sebaliknya, bila ia tidak berhasil memenuhi arti hidupnya, maka akan menyebabkan hidupnya hampa (tidak bermakna). Psikologi humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi yang baik (minimal lebih banyak baiknya dari pada buruknya). Manusia memiliki kualitas-kualitas insani yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, seperti kemampuan abstraksi, imajinasi, kreativitas, aktualisasi diri, dan lain-lain. Manusia dipandang sebagai makhluk yang otoritas atas kehidupannya sendiri. Artinya, manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan hampir segalanya. Oleh karena itu, manusia disebut sebagai the self determining being. Meode fenomenologis merupakan metode yang dipakai oleh tokoh humanistik untuk menelaah kualitas-kualitas insani. Carl Rogers juga mengemukakan bahwa kecenderungan manusia ialah mengaktualisasikan dirinya. Manusia dipandang memiliki banyak keunikan dan realitas pengalaman subjektif yang beragam. Sedangkan Maslow memandang aktualisasi diri sebagai kebutuhan dasar manusia. Psikologi humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang baik, minimal lebih banyak baiknya daripada buruknya. Psikologi humanistic memusatkan perhatian untuk menelaah kualitas-kualitas insani, yakni sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia yang terpatri pada eksistensi manusia, seperti kemampuan abstraksi, daya analisis dan sintesis, imajijnasi, kreativitas, kebebasan berkehendak, tanggungjawab, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan pribadi, humor, sikap etis dan rasa estetika. Selain itu psikologi humanistic memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupan dirinya sendiri. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan (hampir) segalanya. Ia adalah makhluk dengan julukan the self determining being yang mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling diinginkannya dan cara-cara mancapai tujuan itu yang dianggapnya paling tepat. Logoterapi, sebuah corak pandangan psikologi yang sering dikelompokkan ke dalam psikologi humanistic, menemukan adanya dimensi lain pada manusia di samping dimensi raga (somatis) dan diimensi kejiwaan (psikis) yaitu, dimensi oetik atau sering juga disebut dimensi spiritual. Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai kesatuan raga jiwa ruhani yang tak terpisahkan. Selain itu logoterapi menganggap hasrat untuk hidup bermakna adalah motivasi utama manusia . dan bila seseorang berhsil memenuhinya akan menjadikan hidupnya bermkna dan bahagia. Sebaliknya jika ia tak berhasil memenuhi arti hidupnya hampa tak bermakna. Prinsip utama Memahami manusia sebagai suatu totalitas. Oleh karenanya sangat tidak setuju dengan usaha untuk mereduksi manusia, baik ke dalam formula S-R yang sempit dan kaku (behaviorisme) ataupun ke dalam proses fisiologis yang mekanistis. Manusia harus berkembang lebih jauh daripada sekedar memenuhi kebutuhan fisik, manusia harus mampu mengembangkan hal-hal non fisik, misalnya nilai ataupun sikap. Metode yang digunakan adalah life history, berusaha memahami manusia dari sejarah hidupnya sehingga muncul keunikan individual. Mengakui pentingnya personal freedom dan responsibility dalam proses pengambilan keputusan yang berlangsung sepanjang hidup. Tujuan hidup manusia adalah berkembang, berusaha memenuhi potensinya dan mencapai aktualitas diri. Dalam hal ini intensi dan eksistensi menjadi penting. Intensi yang menentukan eksistensi manusia Mind bersifat aktif, dinamis. Melalui mind, manusia mengekspresikan keunikan kemampuannya sebagai individu, terwujud dalam aspek kognisi, willing, dan judgement. Kemampuan khas manusia yang sangat dihargai adalah kreativitas. Melalui kreativitasnya, manusia mengekspresikan diri dan potensinya. Pandangan humanistik banyak diterapkan dalam bidang psikoterapi dan konseling. Tujuannya adalah meningkatkan pemahaman diri. C. TEKNIK-TEKNIK YANG DIGUNAKAN Dalam konseling humanistik terdapat teknik-teknik konseling , yang mana sebelum mengetahui teknik-teknik konseling tersebut terdapat beberapa prinsip kerja teknik humanistik antara lain : 1. Membina hubungan baik (good rapport) 2. Membuat klien bisa menerima dirinya dengan segala potensi dan keterbatasannya 3. Merangsang kepekaan emosi klien 4. Membuat klien bisa mencari solusi permasalahannya sendiri. 5. Mengembangkan potensi dan emosi positif klien 6. Membuat klien menjadi adequate D. TUJUAN Tujuan utama dengan menggunakan teori humanistic adalah sebagai berikut: 1. Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaanya, dan menerima keadaan dirinya menurut apa adanya. 2. Memperbaiki dan mengubah sikap,persepsi, cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya. 3. Menghilangkan hambatan-hambatan yang di rasakan dan di hayati oleh individu dalam proses aktualisasi tersebut . 4. Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau, menurut kondisi dirinya. E. Kelemahan dan Kelebihan toeri pendekatan Humanistik a. Kelebihan 1. Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomenel sosial. 2. Guru menerima siswa apa adanya, memahami jalan pikiran siswa 3. Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bermuara demokratis, partisipatif dialogis dan humanis 4. Keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas disekolah dan lebih-lebih adalah kemampuan hidup bersama( komural-bermasyarakat) diantara peserta didik yang tentunya mempunyai pandangan yang berbeda-beda 5. Suasana pembelajaran yang saling menghargai adanya kebebasan berpendapat kebebasan mengungkapkan gagasan 6. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinsiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir , perilaku dan sikap atas kemauan sendiri b. Kekurangan 1. Bersifat individual 2. Proses belajar tidak akan berhasil jika tidak ada motivasi dan lingkungan yang mendukung 3. Sulit diterapkan dalam konteks yang lebih praktis 4. Peserta didik kesulitan dalam mengenal diri dan potensi-potensi yang ada pada diri meraka 5. Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah 6. Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya ini masih buram dan subjektif 7. Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individulisti BAB III PEMBAHASAN Percaya diri merupakan hal yang penting untuk dibangun dan dikembangkan. Kepercayaan diri diperlukan oleh seseorang untuk menghadapi tantangan dalam setiap tahap kehidupannya. Kepercayaan diri sering menjadi masalah yang dialami oleh remaja, baik percaya diri yang berhubungan dengan aspek sosial, maupun percaya diri yang berhubungan dengan proses belajar di sekolah. Percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya (Hakim, 2002:6). Gejala dari kurang percaya diri adalah mudah cemas dalam menghadapi persoalan dengan tingkat kesulitan tertentu, memiliki kelemahan atau kekurangan dari segi mental fisik, sosial, atau ekonomi, mudah putus asa, dan cenderung bergantung pada orang lain dalam mengatasi masalah (Hakim, 2002:8). Menurut Lie (2003:4) ciri-ciri orang yang tidak mencerminkan percaya diri adalah tidak yakin kepada diri sendiri, bergantung pada orang lain, ragu-ragu, merasa diri tidak berharga, dan tidak memiliki keberanian untuk bertindak. A. Analisis Data konseli dalam permasalahan humanistik, Pada tahap ini kami lampirkan data diri konseli sebagai berikut: Nama : TRIA HARMIATI Tempat/tanggal lahir : SANGASANGA, 3 JUNI 1993 Alamat : JL. BANGGERIS GANG.8 Umur : 19 TAHUN Tinggi badan : 160cm Berat badan : 98kg Anak ke : 3 Status : MAHASISWA 1. Kemajuan akademis Berdasarkan hasil rapot mulai Sekolah Dasar dari kelas I hingga kelas VI tria termasuk dalam peringkat 10 besar. Di Sekolah Menengah Pertama dari kelas VII hingga kelas IX tria masuk 5 besar. Di Sekolah Menengah Atas dari kelas X hingga kelas XII tria masuk 5 besar. Kemudian dilihat dari bidang non akademik tria menunjukkan bakat di bidang seni. Dan tria bergabung didalam kegiatan ekstrakulikuler “ Drum Band “ disekolahnya. Namun, dari sisi akademik di kelas X tria mengalami penurunan nilai karena kurangnya kepercayaan diri pada awal masuk sekolah di SMA. 2. Keadaan fisik Dari fisik keluarga triya memang menuruni dari fisik ibunya dan dari kecil tria juga sangat dimanja sehingga apa yang di inginkan olehnya selalu di turuti oleh orang tuanya. Konseli mempunyai pertumbuhan fisik yang kurang baik sehingga bentuk tubuhnya tidak temasuk dalam tubuh ideal, berat badan tria sekarang 98kg sehingga ada beberapa penyakit yang sering dialami tria seperti maag, flu, migran, flu, batuk, usus buntu. Tetapi tidak ada penyakit serius yg dideritanya. 3. Keadaan keluarga Konseli merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara kedua saudaranya sudah menikah. Kedua orang tua konseli tinggal di sangasanga dan konseli tinggal disamarinda dengan teman-temannya di kost-kostan banggeris. Ayah dn ibu konseli adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tria memang di didik oleh orang tuannya yang berkerja sebagai PNS. Sehingga Anak ini di lahirkan di keluarga yang bahagia dan dia mempunyai orang tua yang mampu memberi dia kehidupan yang berkecukupan. Tria anak dari 3 bersaudara dan tria anak paling bontot sehingga dia menjadi anak yang manja. a. Kakak laki-laki konseli Nama : Novi Suharmanto Umur : 27 tahun Berat badan : 62kg b. Kakak perempuan konseli Nama : Suhardiyanti Umur : 24 tahun Berat badan : 76kg Dari keuangan keluarga tria merupakan keluarga yang berkecukupan sehingga hampir semua kebutuhan sekolahnya terlengkapi. 4. Tingkah laku sosial Jika dalam lingkunagn sosial anak ini mudah berteman dan sangat ramah terhadap siapapun, tetapi anak ini kadang merasa minder pada kekurangannya. Dia mempunyai fisik yang berbeda dari temannya. Konseli hanya lebih dekat dengan orang tua dan kakak-kakanya saja. Tetapi konseli dikenal oleh orang-orang sekitarnya sebagai orang yang baik, ramah,dan penurut. Tetapi konseli hanya bisa lebih terbuka kepada orang tuanya terutama ibunya. B. Sintesis Kesimpulan sementara yang kami dapat dari analisis adalah : 1. Di lihat dari keadaan akademis Nilai tria termasuk nila yang baik namun pada awal masuk SMA tria mengalami penurunan karena adanya kurangnya kepercayaan diri yang disebabkan lingkungan yang baru. 2. Di lihat dari keadaan fisik Konseli merupakan anak yang mempunyai berat badan 98kg, dan tidak mempunyai penyakit yang serius. Dengan berat badan yang seperti itu membuat konseli menjadi minder dengan teman sebayanya. 3. Di lihat dari keadaan keluarga Orang tua dan kakak-kakaknya memberikan perhatian yang lebih untuk tria. 4. Di lihat dari keadaan tingkah laku sosial Dalam lingkungan sosial konseli mampu menjadi anak yang bisa di terima dengan hangat oleh orang lain dan kadang menjadi pribadi yang tertutup ketika orang-orang disekitarnya tidak bisa menerima kekurangaanya, sehingga kepercayaan dirinya berkurang. C. Diagnosis Dari proses sintesis kami dapat menyimpulkan masalah sementara yang terdapat di poin : Keadaan akademis, keadaan fisik. 1. Tria mengalami penurunan prestasi pada awal masuk SMA karena terbebani oleh kurangnya kepercayaan diri yang disebab kan oleh guyonan teman-temannya dan orang dilingkungan barunya. Serta berat badan yang dimiliki konseli berbeda dengan teman sebayanya sehingga konseli merasa minder jika berkumpul dengan teman-temannya. D. Prognosis Berikut langkah awal yang dapat di berikan konselor kepada masalah yang di hadapi konseli : 1. Mencocokkan data-data yang dimiliki konseli dengan kenyataan yang sebenarnya. 2. Melakukan pendekatan untuk melakukan komunikasi yang baik. 3. Mencari akar permasalah berdasarkan informasi yang didapat. 4. Melakukan wawancara konseling secara face to face. E. Treatment Konseli : tok tok tok.(bunyi ketukan pintu). assalamualaikum Konselor :waalaikum salam, sedang jam istirahat ya? Sudah makan? Ayo ayo silahkan duduk tria. Bagaimana kabarnya? Konseli : baik mba... Konselor : bagus sekali... saya kira mungkin ada sesuatu yang dapat saya bantu . . . . Konseli :sebenarnya saya datang kemari ingin... hmmmmm... inginnnnnnn ( sambil memikirkan sesuatu) Konselor : coba katakan pada saya, apa yang membuat kamu melangkah kemari, kita punya waktu cukup panjang….. hmmmm……kira-kira selama jam istirahat berlangsung.. Konseli : ia mba.. Konselor : kalau begitu katakanlah sayang... its ok.. semua akan baik baik saja. tenang? Kamu bisa mempercayai mba sebagai laci rahasia kamu tria (kerahasiaan) Konseli : saya sangat percaya mba.. tapi saya tidak tau harus memulai menceritakannya dari mana… ..karena( sejenak berfikir)……. masalah yang aku punya malu untuk aku ungkapkan secara langsung…( tersenyum malu)…… Konselor : mungkin kamu hanya sedang bingung saja, kalau begitu coba kamu tarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu.. lalu mulailah ceritakan apa yang kamu rasakan sekarang, agar mba dapat membantu mu (kesukarelaan) Konseli : sebenarnya saya tidak percaya diri dengan keadaan fisik yang saya miliki sekarang ini ( tertunduk sedih ) Konselor : dengan fisik mu yang sekarang ini, apa yang membuat kamu tidak percaya diri ? Konseli : eemmm…… saya merasa minder karena saya memiliki fisik yang berbeda dengan anak seumuran saya (tertunduk sedih ) Konselor : mungkin itu hanya perasaan kamu saja, memang sebulumnya ada yang memojokan mu sehingga membuat mu tidak percaya diri ? Konseli : eemmmm tidak mba itu memang kenyataan yang saya alami sekarang, karena banyak orang berteman dengan saya blak-blakkan menjadikan saya bahan guyonan mereka. Konselor : jadi tindakan apa yang ingin kamu lakukan ketika mereka melakukan itu terhadap kamu ? Konseli : saya hanya ingin keberadaan saya dihargai oleh mereka ( tertunduk… sambil menitikan air mata ) Konselor : jangan menangis sayang ( sambil menepuk pundak tria )… tarik nafas dalam-dalam lalu berfikir lah secara positif. Mungkin disini mba tidak begitu paham dengan masalah yang kamu hadapi sekarang, anggap saja sekarang mba orang yang tidak mengerti apa-apa.. coba kamu terangkan kepada mba agar mba mengerti dan bisa memahami keadaan kamu sekarang. (tehnik dalam memancing emosi konseli agar mau menceritakan dengan jelas Konseli : ahhhh mbaaa.... sebenarnya ada beberapa orang yang tidak suka memiliki teman yang mempunyai fisik seperti saya, karena mungkin mereka malu dengan orang-orang bila berteman dengan saya.( sambil melihat jam ditangan)…. Konselor : mungkin untuk hal itu kamu bisa melihat dampak negatif dan positifnya dengan kelakuan teman-teman kamu sekarang ……mungkin dampak negatifnya: kamu merasakan malu, dipojokkan dan sebagainya. Dan dampak positinya : kamu bisa merubah atau memperbaiki hal yang membuat kamu tidak percaya diri dengan yang kamu miliki. Konseli : ia mba….. sebenarnya menurut ibu saya ini benar atau tidak kalau saya menanggapi ejekan mereka dengan cara tidak menegur mereka ? Konselor : eeeeemmm saya tidak bisa memutuskan kamu benar atau salah, apakah kamu pernah mencoba tidak menegur mereka karena kamu merasa sakit hati ? Konseli : pernah mba… saya mencoba tidak menegur dan menjauhi mereka ketika disekolah. Konselor : lalu tindakan apa yang mereka lakukan ketika kamu tidak menegur mereka ? Konseli : mereka mencoba mendekati dan mengambil hati saya kembali dan mereka merasa ada yang kurang ketika meraka tidak berkumpul. Konselor : naaaaa (sambil tersenyum) berarti kamu bisa mengambil hal positiv dari tindakan mereka mengejek kamu, dan di sisi lain kamu mengetahui bahwa mereka bangga memiliki teman seperti kamu dan mereka menyayangi kamu. Konseli : J Konselor : manis sekali. Berhubung waktu istirahat kita telah selesai kamu boleh kembali kekelas tria.. kita akan bertemu lagi jika kamu mempunyai waktu luang untuk membahas lebih lanjut masalah yang kamu hadapi. J Konseli : baik mba…. (sambil menggeser kursi untuk berdiri) Konselor : apa perlu mba mengantar kamu hingga kekelas?? (sambil berjabat tangan) Konseli : hehe.. tidak perlu mba saya bisa sendiri,, assalamualaikum mba Konselor : waalaikumsalam.. J F. Follow up Rencana tindak lanjut yang disepakati konseli dan konselor : a. Konseli akan menerima guyonan para teman-temannya dan mengambil sisi positivnya dari masalah yang dia hadapi. b. Konseli juga harus merubah pola makannya agar postur badannya berubah dan rasa percaya dirinya tidak berkurang. c. Dan konseli akan mencari alternative baru untuk mengurangi berat badan yang di milikinya. Sehingga konseli tidak merasa minder dengan keadaan fisik yang dimilikinya. d. Dengan adanya masalah ini, konseli mungkin sekarang bisa lebih menjadi mandiri dibandingkan sebelumnya karena konseli bisa mengatasi masalah-masalahnya dengan baik dan secara dewasa Mungkin selanjutnya konselor dan konseli dapat membahas masalah ini lagi dilain kesempatan yang terlebih dahulu mereka akan membuat perjanjian dimana konselor dan konseli saling mengetahui satu sama lainnya. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Seorang individu bisa mempunyai percaya diri yang baik jika lingkungannya mendukung dan dari sisi akademis dan non akademis ada sesuatu yang membuat individu itu lebih unggul dari teman-teman lainnya. 2. Konseli juga harus dapat berfikir positif ketika konseli menghadapi masalah tentang kekurangannya. 3. Konseli akan dapat merubah yang tidak mungkin orang sangka-sangka akan menjadi mungkin dengan tekad dan kemauan yang bulat dari hatinya. 4. Dengan adanya masalah ini, konseli mungkin sekarang bisa lebih menjadi mandiri dibandingkan sebelumnya karena konseli bisa mengatasi masalah-masalahnya dengan baik dan secara dewasa B. Saran 1. Konseli harus menyadari bakat yang dimilikinya dan menggali potensi-potensi yang individu miliki, agar individu tersebut dapat mengubah pola fikirnya agar inner beauty yang ada dalam dirinya lebih terlihat dan menjadikan sisi positif untuk dirinya. 2. Dan perlunya dukungan terhadap konseli dari orang tua agar konseli sendiri dapat lebih terbuka dan menerima masukan-masukan dari lingkungannnya 3. Agar guru dapat memperhatikan siswa yang mempunyai hal sama untuk merubah dia menjadi lebih baik dan dapat medeteksi masalah apa yang sedang terjadi pada siswa-siswanya. 4. Dari lingkungannya itu sendiri mungkin dapat diatasi dengan sikap yang mau terbuka dan selalu menganggap orang-orang disekitar itu dapat membantu dalm maslah –masalah yang sedang dihadapi tidak hanya didalam keluarga kita dapat menuangkan semuanya masalah kita tetapi juga lingkungan disekitar dapat memberikan masukan-masukan yang bersifat positif. 5. Untuk orang pada umunya agar dapat menerapkan sedikit ilmu ini untuk dijadikan pembelajaran kepada masyarakat umum DAFTAR PUSTAKA Hincyoo.wordpress.com 2012/01/ konseling-ekstensial-humanistik Oxygendistro.blogspot.com Mihwahuddin.wordpress.com Corey, G. 1986. Theory and practice of counseling and psychotherapy. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company George, R.L & Christiani, T.S. 1990. Counseling: theory and practice. Boston: Allyn and Bacon Latipun. 2001. Psikologi Konseling. Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang Rosjidan. 1988. Pengantar teori-teori konsleing. Jakarta: Direktorat Pendidikan Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Shiling, L. E. 1984. Perspective on counseling theories. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs. Sukardi, D.K. 1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia
 

ISN Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting